Dilansir Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan UU Ciptaker 11/2020 dinilai sangat merugikan hak-hak pekerja.
Ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan, cukup banyak hak buruh yang dihilangkan.
Salah satu yang paling jelas adalah pengaturan outsourcing atau staf outsourcing.
Baca juga: Aksi di Istana Bakal Bawa 9 Isu Terkait Perppu Cipta Kerja, Kata Iqbal: Menaker Tak Jawab Pertanyaan
“Isi undang-undang tersebut pada dasarnya mengurangi hak dan fasilitas yang dinikmati pekerja. Dan itu sangat tidak manusiawi,” ujar Rizal Ramli dalam diskusi yang disiarkan secara daring, Senin (9/1/2023).
“Misalnya outsourcing bisa dihapuskan selamanya. Itu sadis. Dulu ada batas 2 tahun, ini bisa terus menjadi freelancer seumur hidup, sehingga gajinya bisa tetap murah,” lanjutnya.
Rizal juga mengatakan, undang-undang yang dibuat dengan dalih untuk memudahkan pengusaha menanam modal dan menciptakan lapangan kerja dianggap cacat.
Bahkan sulit bagi pebisnis karena harus memahami ratusan halaman.
Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menyatakan masih banyak tuntutan buruh yang belum dipenuhi akibat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Nilai Wajar Mahfud MD Ada Penolakan Sebagian Masyarakat atas Penerbitan Perppu Cipta Kerja
Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat juga mengungkapkan setidaknya ada 7 poin.
Pertama, masih dimungkinkannya pengembangan sistem kerja outsourcing tanpa batasan jenis pekerjaan yang jelas.
Kedua, sistem kerja kontrak tetap dapat dilaksanakan seumur hidup, tanpa kepastian status sebagai pegawai tetap.
Ketiga, sistem upah rendah, karena tidak menetapkan upah minimum secara eksplisit, harus didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup yang layak.
Keempat, belum adanya alokasi upah minimum untuk sektor daerah dan kota/kabupaten.