Laporan reporter Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilik maskapai Susi Air, Susi Pudjiastuti, menceritakan kondisi bisnis maskapainya yang hampir gulung tikar selama pandemi Covid-19.
Susi mengaku harus merasakan dampak penerbangan maskapai Susi Air yang harus ditutup pada awal pandemi Covid-19 2020.
“Februari masih oke, Maret oke, saya merasa tidak ada urusan, April tutup. Bandara tutup, kami tidak bisa terbang. Penerbangan kami tidak di Jakarta, 7 kali seminggu Pangandaran-Jakarta. sisanya ada di Papua, Kalimantan, Sulawesi,” kata Susi saat ditemui di Jakarta, Senin (28/11/2022).
Baca juga: Garuda Indonesia Resmi Layani Penerbangan Umrah dari Bandara Internasional Kertajati
Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, bisnis penerbangan Susi Air mulai goyah sejak April 2020. Susi menyebut, selama lima bulan berturut-turut tidak ada pemasukan.
Bahkan, dia mengaku harus mengeluarkan Rp 30 miliar sebulan untuk membayar seluruh pekerja dan pilot Susi Air.
“Semuanya tutup, pilot di rumah, tidak bisa kemana-mana. Gelap. Apa yang harus dilakukan, apa yang akan terjadi. Semuanya tertutup, jadi dihentikan. Jadi bukan kita istirahat, tapi semuanya harus istirahat. Jahat,” kata Susi.
“Tidak ada pemasukan, biasanya 200-300 juta sehari. Ini tidak apa-apa,” lanjutnya.
Tak hanya itu, kata Susi, ia juga menjual aset yang dimiliki di Jakarta seperti gedung perkantoran dan tiga unit apartemen. Susi menuturkan, hal itu merupakan imbas dari wabah Covid-19 yang melanda bisnisnya.
“Yang pertama mulai saya kelola, saya potong kantor di Jakarta, saya kurangi. Ubah besaran biaya, terutama kantor. Kedua, ubah ukuran staf,” katanya.
Lebih lanjut, Susi menambahkan, hampir seluruh pegawainya harus mengambil potongan gaji 25 persen untuk menjaga keuangan karena tidak ada pemasukan.
Baca juga: Seperti Perbincangan Usai Depak Susi Air, Sewa Hanggar di Malinau Ternyata Rp 35 Juta Per Bulan
“Saya tidak memberikan diskon penjualan, tidak. Kami pikir bulan ketiga akan baik-baik saja, tetapi bulan keempat, kelima, ya, maaf, saya harus memotong sedikit 25 persen, yang membayar 30 besar. persen,” ujarnya.
Terakhir, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengaku tak bisa tinggal diam, di tengah terhentinya maskapai Susi Air.
Susi mengatakan, dirinya sering menerima tawaran menjadi pembawa acara di televisi, agar bisa kembali menghasilkan pendapatan untuk menghidupi seluruh karyawannya.
“Selama pandemi, semua penerbangan selesai, tidak ada penerbangan selama lima bulan. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Susi.
“Menerima tawaran menjadi pembawa acara TV tapi karena pandemi, kemudian mengumpulkan dana untuk nelayan Benih Baik. 5 bulan untuk perusahaan sangat buruk, pendapatan nol. Tapi kami tidak bisa bubar, pilot, staf,” lanjutnya.